Detik ini, awan seperti berhenti bergerak. Pohon yang daun daunnya biasanya tertiup angin tetap pada tempatnya. Semua terhenti. Hanya jantung Jun yang terus berpacu dengan cepat. Tak ada lagi yang bisa di katakannya pada Frey. Dia hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum, berusaha sebisa mungkin agar gadis di depannya itu tidak menyadari apa yang dirasakannya saat ini.
“Kau tahu, dia bahkan membawakanku boneka dolphin lucu berwarna pink” senyum Frey yang seperti ini yang membuat Jun hanya mampu untuk terdiam. Pipinya yang bulat terlihat lebih menonjol dan merona saat wajah itu menyunggingkan senyum. Tidak ada yang bisa meredam detakan jantung Jun saat itu terjadi.
“malam yang romatis… jadi tak salahkan kalo aku menerimanya, Oppa?” Lagi-lagi pertanyaan yang harus di jawab dengan iya. Dan Jun mengangguk untuk kedua kalinya. Frey menghentikan ceritanya, dan menyedot orange juice di depannya.
“saat itu ada chicken steak kesukaanku, kentang goreng campur mayonnaise yang lezat dan juga ice cream vanilla chocochip, tapi aku sama sekali tidak menatapnya. Aku hanya memperhatikan wajahnya” Frey kembali berseri. Jun sama sekali tidak paham dengan perasaannya saat ini. Wajah Frey saat ini adalah sesuatu yang sangat ingin di lihatnya. Dia terlihat sangat imut jika sedang gembira. Tapi, entah kenapa ada perasaan kesal yang menjalari rongga dadanya
Cemburu. Jun tahu rasa itu. Dia sudah 20 tahun hidup dan tentu saja pernah merasakan hal ini. Tapi, tidak mungkin rasa itu di tujukannya untuk Frey. Tidak. Frey adalah adik untuknya, Jun sudah menganggap bahwa gadis itu adalah saudara kandungnya. Jadi tidak mungkin perasaan itu adalah rasa cemburu.
“ada yang salah,Oppa?” Suara Frey membuyarkan lamunan pemuda berwajah oriental itu.
“Ah… tidak! Aku mendengarkan ceritamu kok, teruskan saja”
“hmmm… apa oppa ada masalah? Kenapa dari tadi hanya diam saja?” bola mata hitam Frey menelisik. “kau juga tidak memakan makananmu?” Di tunjukannya nasi goreng di atas meja yang masih belum tersentuh.
“tidak, aku hanya berpikir bagaimana jika nanti adik kecilku ini menikah. Aku pasti akan kesepian” Jun mengulurkan tangan kirinya dan mengacak rambut Frey dengan lembut. Yah! Mungkin dia hanya tidak ingin kehilangan gadis kecilnya ini.
“tidak akan.” Frey menunjukan senyum termanisnya. Gadis itu berdiri kemudian berjalan mendekati Jun yang duduk di depannya. Kemudian, sesuatu terjadi begitu cepat. Membuat mata Jun mengerjap beberapa saat. “aku tetap sayang sama Oppa,kok”
Frey kembali ke tempat duduknya dan menyedot orange juicenya lagi. Dia tidak sadar bahwa saat ini pipi yang tadi di ciumnya menjadi sangat merona.
* * *
Mata Jun menyipit. Kepalanya menunduk, menghindari sinar matahari yang menobos pohon beringin besar di atasnya. Di ayunkannya ayunan kecil dari kayu itu sekali lagi. Ayunan di sebelahnya juga terayun namun, hanya berayun kecil karena tertiup angin. Karena seseorang yang biasanya mendudukinya sedang tak berada di sana.
Jun rindu ayunan di sebelahnya bergerak lebih tinggi darinya. Rindu suara tawa yang menyertai candaan mereka.
“setiap hari minggu pagi ya, kita kesini… paling siang jam 9…” kata kata itulah yang selalu membuatnya datang ke tempat ini. Meskipun, hari sedang tidak bersahabat dengan memancarkan hujan. Karena ketika hujan datang, Frey juga tetap datang ke tempat ini. Kadang dengan payung warna pelanginya atau dengan jas hujan bergambar hello kitty nya yang berwarna pink. Sekalipun sudah dewasa seperti sekarang, gadis itu masih memakai barang barang itu. Frey suka sesuatu yang imut. Hal itu mengambarkan dirinya yang memang masih berwajah seperti anak kecil.
Tapi, sudah 3 minggu terlewati tanpa ada tanda gadis itu datang ke lapangan ini. Tidak ada hujan, keadaan sangat bersahabat. Jun tahu bukan karena cuaca. Tapi, karena Keyl. Cowok teman sekelas Frey yang beberapa hari ini sering di dengar Jun. Hari sabtu, Frey akan pulang malam dan minggunya dia akan tidur hingga jam 11,melupakan janji dan lapangan mereka. Untung, Jun tidak dilupakan. Karena setiap sore dia akan ke rumah Jun, berteriak kepada bik Inah untuk membuatkan orange Juice dan menyedot minuman itu dengan wajah yang sumringah. Kemudian bercerita kepada Jun Oppanya tentang segala hal yang bertemakan Keyl.
Tes…! Jun memerhatikan tangannya yang terkena tetesan Air. Dia mendongak ke atas, melihat kea rah matahari yang tiba tiba saja menghilang.
“Aaaah!” Jun mengeluh. Dia sangat tidak menyukai hujan. Apalagi hujan di hari yang cerah seperti ini. Dia turun dari ayunan dan berjalan dengan sedikit berlari. Awan tidak berubah hitam tapi, tetesan air semakin bertambah banyak. Gerimis itu sedikit demi sedikit membasahi tubuhnya.
Ini yang membuatnya tak suka hujan. Dia akan merasakan dinggin dan tubuhnya akan mengigil lalu tubuhnya menjadi sakit. Kalo saja saat itu tidak ada Frey dengan jas hujan hello kitty pink-nya atau payung pelangi-nya, Jun tak akan keluar rumah saat hujan datang. Frey yang mengenalkannya pada pelangi. Warna indah yang hanya akan terlihat setelah hujan menghantam tanah.
“Karena itu, Oppa… jangan benci hujan. Karena jika hujan tidak datang pelangi tidak akan muncul”
“benar juga, mulai sekarang aku akan menjadi pencinta matahari saja bukan pembenci hujan”
Tapi, saat ini Frey sedang tidak ada di sini. Tidak ada lagi yang memancarkan kehangatan untuk mengurangi dingginnya guyuran air hujan. Namun, Jun akan menepati janjinya. Dia tidak akan membenci hujan, ia hanya akan menginginkam matahari cepat datang kembali.
“Oppa…!” Suara itu membuat langkah Jun terhenti. Senyum merekah seketika dari bibirnya yang berkerut karena dinggin.
Apakah hari ini Frey tidak lupa dengan janjinya setiap minggu? Apa Frey mengawatirkanku dan pergi kesini? Apa jika tidak hujan Frey tetap kesini?
Satu persatu pikiran Jun bermunculan, bergelut menjadi satu, kontras dengannya yang hanya terdiam membeku. Tapi, wajah yang di lihatnya bukan raut muka khawatir, melainkan rasa senang yang membuncah. Di bawah rintikan hujan itu Frey memperlihatkan wajah cantiknya yang saat ini sedang tak ingin di lihat Jun. dia sangat berharap senyum di wajah Frey tapi, tidak untuk saat ini.
“Kau tahu, Oppa? Mama mengizinkanku untuk kuliah di Yogya!” Frey berteriak dibarengi senyum yang merekah lebih lebar.
Jun tahu apa yang di ingikan Frey saat ini, senyumya. Dan dia benar. Ketika Jun tersenyum simpul gadis itu terlihat sangat gembira. Hingga dia menjatuhkan payung pelanginya dan berlari kea rah Jun.
“Dan Frey bisa tetap bersama Keyl'' Jun menepuk pundak gadis yang tiba tiba memeluknya itu.
Di bawah hujan yang menitik itu pelukan Frey terasa begitu hangat. Namun, dadanya merasakan kekosongan. Sangat berbeda dengan saat itu. Ketika dia pertama kali bertemu dengan gadis ini. Walaupun saat itu gadis itu hanya tersenyum kecil dari jauh, namun senyum itu sangaat hangat hingga menyelemuti rongga dadanya.
Rintikan hujan yang membasahi tubuh jun seperti berubah layaknya sebuah kertas kertas kecil berisi memoar yang akhirnya bersatu membentuk kertas utuh yang menceritakan kisahnya. Sama seperti saat ini, ketika sebuah guyuran hujan membasahi tubuhnya Jun berbicara dengan Frey untuk pertama kalinya.
Jun berlari dengan pakaian yang basah kuyup. Tak ada atap untuk berteduh. Dia terus berlari sambil mendekap tubuhnya sendiri. Saat itu dia mengigil.
“ini”
Tiba tiba air hujan sudah tidak menguyur tubuhnya lagi. Jun mendongak ke atas. Ada payung pelangi kecil yang menghalangi hujan itu. Lalu dia menoleh ke samping. Seorang gadis kecil dengan jas hujan. Jun menatap aneh ke arahnya. Tapi, gadis itu malah tersenyum. Dia menunjuk kea rah kios kecil yang berada di dekat sana dan menyuruh Jun berlari bersama.
Gadis kecil berjas hujan itu memberinya tangan kanannya yang mungil ketika mereka telah berteduh. Kemudian tangan itu mengengam dengan erat, ternyata meskipun kecil, tangan itu juga cukup kuat.
“Frey…” senyumnya tidak berubah sampai sekarang, sejak dulu senyum itu mampu membuat malaikat ingin memegang kedua pipinya.
“Kim hyun Jun” Jun menjawabnya dengan datar.
“namamu aneh”
“itu bahasa korea”
“Korea?”
“iya, negara indah yang jauh sekaliiiiii…”
“indah? aku ingin ke sana…”
“aku akan mengajakmu kesana kalo kau mau tapi, kau harus belajar bahasa korea dulu. Seperti aku yang harus belajar bahasa Indonesia. Sekarang, panggil aku ,Oppa!”
“Oppa!” Frey mengucapkannya dengan lantang. Jun tersenyum.
Senyum kali itu tulus dari dalam hatinya. Bukan senyum palsu seperti yang di pasangnya saat ini. Pelukan Frey mulai merengang. Hujan yang turun pun sedikit demi sedikit mulai berhenti. Jam pasir milik Jun dan Frey memang semakin sedikit. Jun dapat merasakanya. Namun, tak ada kata yang terucap disana. Jun hanya memandang wajah Frey lekat.
“kau akan tetap ingat, Oppa mu ini?”
“Ne, Kuraeyo..” Frey menjawabnya sambil memegang jemari tangan Jun. dia merekatkan tangan mereka dan mengajak Jun untuk berjalan bersama.
* * *
Frey mengusap kedua pipinya yang basah dengan punggung tangannya. Ini sudah ke empat kalinya Frey melakukannya. Tapi, air yang mengalir dari matanya itu tidak dapat ia tahan. Sekali lagi dia membuka lipatan kertas yang tadi di lipatnya sendiri beberapa menit lalu. Dia kembali membaca deretan huruf itu dengan seksama. Semakin membuat air matanya deras menetes.
Hello Frey, my lovely dongsaeng…
Apa kabarmu? Masih sibuk dengan Keyl tampanmu kah?
Sebelumnya benar-benar minta maaf tidak memberitahumu lebih dulu. Oppa takut kalo tiba tiba mengirimkan kabar untukmu, kau pasti akan menemui Oppa dan marah marah. Makanya, surat ini Oppa berikan pada bik Inah dan berpesan padanya agar memberinya jika kau datang mencariku. Jika kau sudah membaca surat ini, artinya kau sudah mencariku. Terima kasih. Apakah kau menelpon atau mengirimiku pesan? Maaf jika kau mencobanya dan menjadi khawatir karena tidak tersambung. Oppa hanya tidak bisa memberitahumu secara langsung. Saat ini oppa sedang di seoul, melanjutkan s2. Kau mau menyusul? Tanya saja pada Umma-ku, kau pasti akan di berikan alamatku. Dan nanti aku akan mengajakmu ke namsan tower, kau ingin ke sana kan?
Kau marah?
Frey. Ada satu alas an kenapa aku tidak mau memberitahumu. Karena aku tidak berhasil menjadi kakak yang baik untukmu. Selama ini aku telah jatuh cinta padamu.
Lagi-lagi, sampai di sini Frey mengulangi membaca kalimat terakhirnya. Jatuh cinta? Apakah Jun sudah lama menyembunyikannya? Apakah selama ini di terluka ketika dia menceritakan tentang Keyl? Mata Frey yang masih basah kembali melanjutkan mengamati kalimat selanjutnya.
Aku juga tidak tahu sejak kapan tepatnya aku mulai menyukaimu. Tapi, aku mulai menerima perasaan ini ketika kau memberitahuku bahwa kau akan pergi ke yogya.
O,ya aku ada sedikit hadiah untukmu. Lihatlah di kebun belakang, itu untukmu.
Frey kembali membaca. Dia tadi telah melihat apa yang ada di sana. Kebun yang dulunya hanya berwarna hijau karena rumput. Saat ini juga di selinggi warna kuning yang indah. Taman bunga matahari.
Kalo kau sudah melihat pasti kau sudah tahu apa yang ada di sana. Bunga bunga itu untukmu. Kau tahu, Frey… bunga matahari itu sama sepertiku. Apakah kau tahu kisah bunga matahari? Akan ku ceritakan sedikit di sini.
Cerita itu bermula dari seekor nimfa bernama Clytie yang jatuh cinta kepada sang dewa matahari bernama Helios. Helios setiap hari menjelajah angkasa dengan segala kegagahannya, tanpa mengindahkan Clytie. Namun, rupanya kesetiaan Clytie tak tergoyahkan. Dia rela memandangi Helios mulai pagi hingga malam menjelang. Sepanjang malam, Clytie tak berpindah tempat dan menunggu pagi untuk melihat Helios menjelajah angkasa lagi. Dia melakukan itu selama delapan hari delapan malam tanpa makan, minum ataupun tidur demi kesetiannya pada Helios. Namun Helios tak sedikitpun membalas cintanya. Tepat di hari ke sembilan, sebuah keajaiban terjadi. Dari kaki Clytie tumbuh akar dan tubuhnya berubah menjadi batang tanaman. Wajahnya perlahan-lahan berubah menjadi bunga yang anggun, yang selalu menghadap matahari.
Tepat setelah membaca kalimat terakhir itu Frey mulai sesengukan lagi. Bahunya yang kecil bergerak mengikuti irama nafasnya yang sesak. Dia sama sekali tidak pernah menyadari akan hal ini. Bahwa Jun yang selama ini selalu berada di sisinya menyimpan rahasia seperti itu rapat rapat.
“Frey” seorang pemuda datang menghampiri gadis yang saat ini terlihat rapuh itu. Dia menepuk pundak yang naik turun itu perlahan.
“Keyl…” Frey menghadap ke arah pemuda itu kemudian merangkul badannya dengan erat. “maafkan aku…” tangisan frey pecah saat pemuda itu semakin memperat pelukannya. “aku baru sadar tentang perasaanku”
Frey kembali menanggis tanpa kata kata. Sedangkan Keyl, dia hanya sanggup terdiam dan mengelus punggung itu. Dadanya terasa sakit.
Perasaan yang sama seperti apa yang di rasakan Jun waktu itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar